Loading...
Kamis, 17 Maret 2011

Ucapanmu, Motivasi bagiku

Ditengah malam disebuah desa, dalam gubug yang hanya bercahayakan pelita, seorang ayah yang tidak punya harta benda selain anak semata wayangnya. Sang ayah pernah berkata kepada anaknya, "Nak...Bapak ingin sekali melihat kamu sekolah sampai perguruan tinggi, tapi ayah tidak punya apapun untuk menyekolahkan kamu, ayah minta maaf".  Sang ayah bersedih, diraihnya  kepala anaknya, dirangkulnya sang anak sambil berucap, “ayah dari dulu tidak pernah sekolah nak padahal ayah punya cita-cita, ayah tidak ingin kamu mengikuti  jejak ayah yang miskin ilmu dan miskin harta yang hingga detik ini hanya menjadi seorang penjajah ikan di pasar, saya ingin melihat kamu berhasil seperti mereka yang telah berhasil”. Rangkulan sang ayah semakin erat, sang anak mencerna dengan baik semua yang diucapkan oleh ayahnya. Air mata sang ayah menetes tepat di ubun-ubun sang anak. Sang ayah tidak tahu, apa yang barusan dia ucapkan pada anaknya adalah kata yang memotivasi anaknya. 

Saat sang anak duduk di bangku sekolah dasar, dia menawarkan diri untuk menjadi penjual Es Lilin demi membantu ayahnya mengurangi beban biaya sekolahnya. Pekerjaan itu sudah menjadi pekerjaan utamanya sampai dia selesai di bangku sekolah dasar. Masuk sekolah menengah pertama,  si anak kembali menjadi penjajah makanan, tapi kali ini bukan lagi sebagai penjual es Lilin, tapi sebagai penjual jalangkote keliling yang selalu dia lakukan setiap pulang sekolah selain ngangon sapi milik tetangga. Masuk sekolah menengah atas, dengan tidak memiliki rasa gengsi dengan teman-teman sekolahnya, dia menjadi tukang ojek anak sekolahan dengan menyewa kendaraan dari orang lain. Teman-temannyapun banyak yang menjadi langganan ojeknya. Tak jarang ejekan dan cemooh dari teman-temannya sering dia terima, tapi dia tetap sabar, bersabar dan menenangkan diri sambil berucap dalam hati “kesuksesan pasti akan menghampiriku suatu saat, hanya saja belum waktunya kawan”. 

Waktu Ujian Nasional semakin dekat, kampus-kampus dari kota banyak berdatangan ke sekolah-sekolah menawarkan berbagai program kuliah. Si anak mencoba memungut satu dari beberapa jenis brosur yang berserakan yang tidak lagi siswa lain pedulikan, toh mereka tidak perlu brosur-brosur itu, mereka punya orang tua, keluarga yang bisa memasukkan mereka di perguruan tinggi manapun yang mereka suka. Dibacanya program demi program yang ada, hingga dia menemukan sebuah program dari sebuah kampus  yang bersedia memberikan beasiswa penuh bagi siswa yang berprestasi yang tidak mampu tapi ingin melanjutkan pendidikan.

Dengan gembira, dibawanya brosur itu ke rumah, berharap memperlihatkannya pada sang ayah. “ayah pasti senang jika saya bisa masuk dalam program ini, dia tidak perlu lagi banting-tulang untuk membiayai sekolah aku” guman sang anak dalam hati. Sang ayah mengamati dengan seksama penjelasan dari anaknya, mencoba mengerti apa yang anaknya maksud. Sehebat apapun sang anak menjelaskan, toh tidak bisa memberikan pengertian yang pas buat sang ayah, namun Sang ayah mengerti apa yang anaknya maksudkan. “Anakku betul-betul ingin melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi ya...Allah, bantulah dia sampai dia sukses meraih apa yang dia impikan, Amiin” doa sang ayah dalam hati.

Sang anak mencoba mengajukan permohonan dengan melampirkan apa yang diminta. Setelah Ujian Nasional rampung, dan sambil menunggu keputusan akhir sang anak kembali membantu sang ayah di sawah dan menjajakan ikan-ikan jualannya di pasar.

Dua minggu setelah Ujian Nasional, sebuah surat dibawa oleh seorang petugas bersih-bersih disekolahnya ke gubug reot milik si anak, matanya berbinar melihat sampul surat itu, “nama universitas itu..iya..mudah-mudahan hasilnya tidak mengecewakan” doanya dalam hati. Di mencoba membuka amplop itu sambil komat-kamit, entah apa yang dia ucapkan. Dibukanya, dibaca dengan seksama, hatinya girang setelah melihat hasilnya, tapi ia juga masih khawatir karena hasil Ujian Nasional itu belum keluar. Dia berterima kasih kepada pengantar surat itu dan membawanya masuk ke dalam gubug reotnya. Dia belum ingin memperlihatkannya kepada ayahnya, dia takut mengecewakan ayahnya jika hasil UAN muncul tidak sesuai harapannya sementara berkas melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi telah ada.

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba, hari pengumuman hasil UANpun akan di bagikan hari ini. Berhubung menurut informasi, tahun ini adalah tahun terbanyak siswa yang tidak lulus, semua hasil UAN diberikan dalam bentuk amplop, demi menghindari kemungkinan yang ada. 

Setelah membuka amplop dan melihat hasilnya, betapa lega rasanya hati si Anak, niatnya untuk melanjutkan pendidikan seperti yang ayahnya inginkanpun terwujud. Dia merangkul sang ayah sambil berucap “Ayah, niat ayah untuk menyekolahkanku sampai perguruan tinggi terwujud, meski kita miskin ayah, meski kita tidak punya, meski aku piatu tapi aku yakin aku pasti bisa membuktikan pada dunia bahwa miskin tidak berarti tidak bisa meraih mimpi dan cita-cita, hanya saja aku sedih karena sesuatu hal.....” ucap si anak dengan mata berkaca-kaca. “apa lagi yang engkau sedihkan wahai anakku?, bukankan impian sukses itu semakin dekat?”, tanya ayahnya heran melihat air mata itu “iya ayah, impian itu semakin dekat, tapi andai saja ibu dan adikku masih ada, mungkin mereka juga bisa merasakan kebahagiaan ini”. Tumpah sudah seluruh air mata yang dari tadi lama tergenang di mata si Anak. Sang ayah memeluk dengan penuh cinta pada buah cintanya yang semata wayang. "Belajarlah yang baik Anakku, agar kelak menjadi anak yang berguna".


"Jangan pernah menyerah untuk sebuah cita - cita mulia. Untuk mencapai puncak gunung tertinggi, kita harus melewati jalan yang tidak lurus, banyak rintangan dan halangan yang akan kita jumpai."


sumber gambar : http://dienull.files.wordpress.com/2010/06/ayah-dan-anak1.jpg

17 komentar:

  1. Kisah yg inspiratif, saya malu karena tdk bisa bekerja keras seperti anak ini

    BalasHapus
  2. Makasiih... tp setidaknya ada niat untuk membahagiakan orang tua yg tulus memberi kasih sayang pada anaknya tanpa mengharap balasan..

    BalasHapus
  3. Ya Karim, meleleeeeeeeeeeeeeeh. Benar2 terasakan olehku Mba. Alhamdulilla detik-demi detik aku dan keluargaku melauinya. Sangat berat memang perjuangan itu, tp mimpi akan menghalaunya degan sebuah keyataan. Bukti. Thanks cerita ini sangat menggugah Mba...:((

    BalasHapus
  4. Bekerja-keraslah... dan impianmu semakin dekat...
    *mantap!!!

    tetap semangat

    BalasHapus
  5. Makasiih...makasiih...Makasiih.. :)

    BalasHapus
  6. ikut koment.
    (mumpung baru pertama kali berkunjung dilatifah ratih.)

    salam bloofers.
    nice postingan.

    btw, kasih spasi dong antar paragrap
    spya enak bacanya... hehehe.
    *permintaan dari pembaca latifah ratih* hweheeheh

    BalasHapus
  7. iyya,,,makasih sarannya..
    makasih dah bekunjung jg..
    salam Bloofers.. :)

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. cerita yang inspiratif Latifah... terkadang kemudahan membuat kita lengah untuk bersungguh-sungguh.. yang kemudian membentuk mental pengecut dengan menilai kesuksesan ditentukan oleh ketebalan dompet orang tua.. saya mungkin tidak separah cerita di atas, tp bisa merasakan apa yang dirasakan anak itu.. kalo ada waktu silahkan mampir ke gubug saya sambil membaca cerita serupa.. :) "Ceritaku dan ayah"

    BalasHapus
  10. @andro : Cerita ini sedikit banyaknya mendekati kisah nyata seseorang yang saya kenal.. Okay...aku akan berkunjung dan meninggalkan jejak disana.. ^_^

    BalasHapus
  11. hampir sama intinya dengan postingan terbaru ku kak :D
    127 hours. hha never give up :)

    BalasHapus
  12. huhuhuhu menyayat hati.. :'(
    Tapi mang bnyak orang yag sukses belajar dari nol.
    dimana dia benar-benar mengejar impiannya sungguh"..
    dan orang tua adalah motivator utama untuk melangkah.. :)

    Semangat.. orang yang sungguh" pasti akan sukses. Amiiin :)

    BalasHapus
  13. @Uchank : serupa tapi tidak sama khan???
    Kalau sama..Uchank yg nyontek soalnya aku yg posting duluan..he he

    BalasHapus
  14. @Minityc : iyya..kesuksesan seseorang itu karena ada motivasi.. entah itu motivasi dari orang tua, teman atau karena latar belakang hidup yang kurang beruntung...^_^

    BalasHapus
  15. victory loves preparation..
    kawan, saat kita ingin menggapai sukses, sukses tidak datang begitu saja. ya, kita harus mempersiapkan diri untuk menyongsong kemenangan itu, dan itu tidaklah mudah.
    kisah perjuangan inilah yang disampaikan oleh Latifah Ratih. ok Latifah, tetaplah menebar hikmah, semoga Alloh memberi berkah.. :)

    oia, ada sedikit saran perbaikan, ada kata yang kurang tepat pada kalimat: "meski aku yatim tapi aku yakin.." dalam kisah diatas, si anak kehilangan ibu dan adiknya, jadi kata yang tepat sepertinya bukan "yatim" tapi "piatu".

    BalasHapus
  16. @andry : Insya Allah... Amiiiiin^_^
    Iya,,terima kasih sarannya..sudah di perbaiki... :D

    BalasHapus

 
TOP